D A N A
(by. Dhamma Study Group Bogor)
I. Pendahuluan
Hampir semua orang tentu mengerti bila kita mengatakan istilah berdana Yang artinya secara umum yaitu memberikan sesuatu untuk membantu orang lain yang memerlukan. Tetapi apakah makna berdana hanya demikian saja ? Apakah tidak
ada lagi makna nya yang lain ? Nah, untuk mengetahui lebih jelasnya tentang berdana ini ,dan juga tentang adanya pandangan salah mengenai “ Berdana“ yang ditinjau dari pandangan agama Buddha.
Kamma, menurut agama Buddha artinya perbuatan. Setiap orang pasti melakukan suatu perbuatan ( kamma ) dan perbuatan yang dilakukan tentu mempunyai motif-motif tertentu,dimana motif itu sendiri juga sudah merupakan suatu
perbuatan. Menurut agama Buddha, motif ini dapat terbagi menjadi motif yang baik ( tiga akar perbuatan baik ) dan motif yang tidak baik ( tiga akar perbuatan Jahat ). Motif yang baik terdiri dari alobha ( tidak dengan keserakahan ),adosa
( tidak dengan kebencian ) dan Amoha ( tidak dengan kegelapan batin ); sedangkan motif yang tidak baik terdiri dari Lobha ( keserakahan ),dosa ( kebencian ) dan moha ( kegelapan batin ).
Setiap orang yang berbuat sesuatu pasti tidak terlepas dari motif-motif tersebut di atas. Tentu saja idealnya kita hendaknya selalu berbuat dengan motif yang baik, tetapi biasanya dalam setiap melakukan tindakan kita
cenderung untuk melakukannya dengan motif yang buruk, dengan tanpa kita sadari lagi karena hal itu sudah merupakan suatu kebiasaan yang biasa kita lakukan.
Dalam Agama Buddha diajarkan untuk mencapai kebahagiaan, hendaknya kita jangan berbuat jahat,tambahkanlah selalu kebaikan,dan sucikanlah batin atau pikiran.
Hal ini dimaksudkan supaya seseorang hendaknya selalu melatih berbuat dengan motif yang baik . Tetapi bagaimanakah cara melatih hal itu ? Perbuatan yang paling mudah untuk mengurangi tiga akar perbuatan jahat ini (khususnya Lobha) yaitu dengan cara berdana. Pengertian berdana yang diajarkan oleh Sang Buddha Gotama adalah merupakan cara untuk menunjang menyembuhkan penyakit batin manusia yang disebut Lobha. Dalam beberapa ajaran beliau,dana selalu diletakkan pada urutan pertama, misalnya dalam dasa Paramita ( Sepuluh Kebajikan ) dan di dalam Dasa Punna Kiriyavatthu ( Sepuluh Jalan Perbuatan Baik ).
Memang, Kenyataannya demikian berdana adalah suatu perbuatan yang paling mudah untuk kita laksanakan.Siapa saja dapat berdana, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa; mulai dari orang kaya sampai orang miskin sekalipun.
Mungkin kita bertanya mengapa orang miskin dapat pula berdana ? Ingat, Pengertian dana dalam agama Buddha bukan hanya berbentuk materi saja tetapi bisa pula berupa bantuan tenaga dan pemberian maaf.
Orang miskinlah yang justru dianjurkan untuk banyak berdana karena untuk mengimbangi kamma buruknya yang sekarang sedang berbuah, jadi kita salah bila mengatakan bahwa orang miskin tidak perlu berdana..Perlu kita ketahui bahwa nilai serta manfaat suatu dana tidak hanya ditentukan oleh besar kecilnya dana itu saja tetapi juga ditentukan oleh kesungguhan hati ( kehendak ) kita pada saat kan berdana ( Pubba Cetana ),sewaktu berdana ( Munca Cetana ) dan saat sesudah berdana ( Apara cetana ); serta factor-factor lainnya lagi. Jika ketiga tahapan tersebut misalnya kita lakukan dengan hati yang berbahagia maka akan semakin besar pulalah nilai dana tersebut; dan sebaliknya bila kita lakukan dengan penyesalan, maka nilai dari dana itupun akan berkurang..
Tetapi walaupun kita sudah tahu bahwa berdana itu adalah suatu kebajikan yang paling mudah untuk dilakukan, namun pada kenyataannya masi banyak orang khususnya umat Buddha yang tidak mau berdana. Jika mereka berdana, masih
banyak yang berdana karenanya adanya pamrih tertentu atau karena terpaksa. Mereka masih juga berpikir dan menganggap bahwa mereka sendiri masih kekurangan harta benda,sehingga kalau berdana maka hartanya menjadi berkurang. Padahal seharusnya kita menyadari bahwa selama ini kita msih hidup sebagai manusia, biasanya kita tidak akan pernah puas akan sesuatu ; sehinnga kita juga bisa menyadari bahwa dengan berdana tidak akan menyebabkan harta kita menjadi berkurang, bahkan sebaliknya, dengan berdana kita berarti telah menambah kamma baik kita yang kelak akan berbuah kebahagiaan pada diri kita.
II. Pengertian Berdana
Dalam Pandangan masyarakat umum, dana diartikan sebagai pemberian atau pertolongan dengan Memberikan materi ( bersifat kebendaan ) kepada orang lain yang memerlukan,sedangkan bantuan lainnya yang bukan berupa materi, belum dapat dikatakan sebagai dana,tetapi hanya dikatakan sebagai bantuan biasa saja. Dalam Agama Buddha, yang dimaksud dengan dana adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk menolong makhluk lain, artinya memberikan pertolongan
tanpa pamrih berupa materi,tenaga,maupun pemberian maaf dan rasa aman. Dana dalam agama Buddha tidak dipaksakan,hanya dianjurkan dan termasuk salah satu dari sepuluh perbuatan baik ( Dasa punna Kiriyavatthu ) yang dapat dilaksanakan oleh umat Buddha.
III. Bentuk-Bentuk Dana
Menurut bentuk yang didanakan,dana terbagi menjadi
3 bagian,yaitu :
1. Amisa Dana
Artinya berdana berupa benda ( barang) atau materi, contoh berdana uang,pakaian,makanan,obat-obatan,dll
2. Dhamma Dana
Artinya dana berupa dhamma atau ajaran (nasehat),contoh seorang bhikkhu mengajarkan tentang hokum kebenaran; seorang guru mendidik murid-muridnya; orang tua yang menasehati anaknya,dll.
3. Abhaya Dana
Artinya berdana dengan memaafkan,yaitu berupa ampunan ( pemberian maaf ) dan tidak membenci. Juga dalam hal ini termasuk memberikan rasa aman kepada makhluk lain dari mara bahaya. Contoh : memaafkan teman yang bersalah kepada kita;membebaskan makhluk lain yang sedang menderita, misalnya menolong anjing yang sedang kejepit kayu dll.
Jadi banyak cara yang dapat dilaksanakan untuk dapat mewujudkan dana, bias dengan amisa dana,dhamma dana,atau abhaya dana. Oleh sebab itu dana tidak harus berupa barang atau materi saja seperti yang dikatakan oleh pandangan masyarakat pada umumnya. Bahkan di dalam Dhammapada,Sang Buddha sendiri bersabda sebagai berikut : ”Sabba danam dhammadanam jinati ”yang artinya dana yang dilaksanakan melalui ajaran kebenaran akan melebihi dana yang
dilaksanakan dengan cara lainnya. Maka bila kita dapat melaksanakan dana dengan melakukan penyebaran kebenaran ( Dhamma ),kita akan memperoleh jasa yang paling mulia, tetapi memang tidak semua orang dapat mengajarkan dhamma dengan baik dan benar.
IV. Kualitas Dana
a. Menurut Tingkatan manfaatnya
Menurut tingkatan manfaatnya,maka suatu dana dapat kita bedakan menjadi empat
bagian,yaitu :
1.Pemberian yang besar dengan manfaat yang kecil ( sedikit ) Contohnya dalam hal ini yaitu orang-orang yang membunuh binatang untuk di korbankan kapada para dewa dengan disertai perayaan yang besar dan segala macam
upacara persembahyangan. Hal ini memerlukan biaya yang besar tetapi pahala atau kebaikan untuk mereka yang melaksanakan sangatlah sedikit.
2. Pemberian yang kecil dengan manfaat yang kecil.
Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang kaya tetapi Ia sangat kikir sehingga tidak mau berdana dengan banyak ( padahal dia mampu ) dan setulus hati.
3. Pemberian yang kecil dengan manfaat yang besar
Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang miskin yang memberikan dananya dengan jumlah yang sedikit ( karena batas kemampuannya memang hanya sampai di situ ) tetapi dia berdana dengan tulus hati dan tanpa pamrih.
4. Pemberian yang besar dengan manfaat yang juga besar
Contohnya yaitu seorang hartawan yang mendanakan sebagian hartanya guna kepentingan orang banyak, misalnya dengan mendirikan vihara,panti asuhan dsb-nya yang semuanya itu dilakukan dengan hati yang tulus dan pamrih.
b. Menurut kehendak ( Cetananya )
Berdasarkan kehendak ( cetananya) berarti bahwa ada niat yang baik dalam berdana tersebut. Dalam hal ini berdana bukan sekedar untuk formalitas,pamer kekayaan, mencari nama,promosi diri atau dagangan, menjilat, dsb. Kehendak baik di sini mencakup tiga masa,yaitu :
1.Sebelum berdana
Sebelum berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh ketulusan dan keriaan, dengan berpikir misalnya “Saya sedang menanam harta benda sebagai sebab kekayaan yang dapat di bawa serta “
2. Sewaktu berdana
Sewaktu berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keyakinan dengan berpikir misalnya “ Saya sedang membuat manfaat suatu harta yang tidak begitu bernilai”.
3. Setelah berdana
Setelah berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keiklasan dan kepuasan, dengan berpikir misalnya “Saya telah melakukan kebajikan yang dipujikan oleh para bijaksana.
C. Menurut Mutu Barang Yang Didanakan Berdasarkan mutu barang yang didanakan,maka suatu dana dapat dibedakan menjadi 3 bagian, sebagai berikut :
I. Berdana Barang yang buruk,yang diri sendiri sudah tidak mau memakainya lagi. Banyak barang buruk yang sudah kita tidak perlukan lagi misalnya baju yang sudah tidak kita pakai lagi;ini dapat kita berikan kepada orang lain yang
membutuhkannya. Tetapi dalam memberikan barang tersebut kita harus memiliki rasa sopan santun dan memiliki rasa perikemanusiaan. Artinya dalam memberikan barang tersebut kita harus dapat memperkirakan barang tersebut memang masih dapat digunakan ( masih layak ) oleh orang yang membutuhkan. Janganlah kita berdana barang yang sudah terlampau buruk, misalnya pakaian yang sudah compang camping sehingga sudah tidak layak dipakai lagi.
II. Berdana barang yang baik sebaik diri sendiri memakainya. Contohnya bila kita mempunyai buku lebih dari satu sedangkan teman kita tidak mempunyai, maka sebagai teman hendaknya memberikan salah satunya kepada teman tersebut.
Dengan demikian kita telah berbuat baik dan kita akan merasa senang bila teman kita senang menerima buku itu.
III. Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri.
Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri jarang dijumpai dalam kehidupan ini. Biasanya orang hanya mau berdana barang yang sudah buruk atau yang sama seperti yang dipakai dirinya sendiri; tetapi ada juga orang yang mau berdana barang yang lebih baik daripada yang dipakainya sendiri. Bila hal ini memang dilakukan dengan tulus,maka orang yang memiliki sikap demikian sangatlah terpuji. Ia dapat dikatakan memiliki jiwa sosial yang tinggi bila
misalnya Ia membangun sekolahan yang bagus dan baru kepada masyarakat yang membutuhkan, sedangkan rumahnya sendiri cukup sederhana.
d. Menurut motif tujuannya
Menurut motif tujuannya, maka suatu dana dapat terbagi sebagai berikut :
1. Hina Dana
Dana yang bersifat rendah, yaitu dengan mengharapkan kemasyuran,kekayaan dsb.
2. Majjhima Dana
Dana yang bersifat menengah misalnya dengan keinginan untuk dapat terlahirkan di alam surga.
3.Panita Dana
Dana yang bersifat luhur, dengan tujuan untuk meraih pembebasan sejati.
e. Menurut Kemurniaan dari Pemberi dan Penerima dana
Didalam Dakkhina vibhanga Sutta, Sang Buddha menyebutkan bahwa nilai suatu dana tergantung juga kepada kelakuan dari orang yang menerima dana maupun yang memberi dana.
1. Kemurniaan Pemberi bukan kemurniaan dari Penerima
Artinya yang memberi dana mempunyai kelakuan yang baik, bermoral sedangkan yang menerima tidak demikian.
2. Kemurnian Penerima bukan pemberi
Dalam hal ini Penerima dana adalah adal;ah orang yang bermoral sedangkan pemberinya tidak demikian.
3. Tidak Murni dari pemberi dan Penerima
Artinya baik pemberi dan penerimanya tidak bermoral.
4. Yang Murni dari Pemberi dan Penerima
Baik yang memberi dana dan yang menerimanya bermoral semuanya.
f. Menurut yang patut menerima dana
Dalam Agama Buddha, Dana patut diberikan kepada siap saja yang memerlukan, namun selain hal tersebut , dikenal pula tentang adanya lapangan yang subur untuk menanam jasa,artinya bila yang kita berikan dana adalah merupakan
lapangan yang subur untuk menanam jasa, maka dana tersebut dapat memberikan hasil yang besar bagi yang berdana.
Didalam Dakkhina Vibhanga Sutta, Majjhima Nikaya, dikisahkan bahwa Maha Pajapati Gotami berniat untuk mempersembahkan sepasang jubah baru yang dibuatnya sendiri kepada sang Buddha Gotama. Tetapi sang Buddha menganjurkan agar persembahan ini dialihkan kepada Sangha secara umum. Ananda Thera karena tidak tahu , berusaha membujuk agar mau menerimanya, dengan memperingatkan jasa Mahapajapati Gotami yang pernah menyusui serta merwat beliau semasa kecil.
Menanggapi hal ini, sang Buddha Gotama kemudian menjelaskan bahwa ada 14 macam persembahan yang ditujukan kepada Pribadi tertentu (Patipuggalika Dakkhina),yaitu :
1. Samma Sambuddha
2. Pacceka Buddha
3. Arahat ( Arahatta phala )
4. Mereka yang berpraktek untuk meraih kearahatan ( Arahatta Magga )
5. Anagami ( Anagami Phala )
6. Mereka yang berpraktek untuk meraih keanagamian ( Anagami Magga )
7. Sakadagami ( Sakadagami Phala )
8. Mereka yang berpraktek untuk meraih kesakadagamian ( Sakadagami Magga )
9. Sotapanna ( Sottapati Phala )
10. Mereka yang berpraktek untuk meraih kesotappanaan ( Sottapati Magga )
11. Orang Non Buddhis yang telah melenyapkan nafsunya ( Orang yg memiliki Jhana)
12. Orang biasa ( awam )yang bermoral ( yang mempunyai kesilaan )
13. Orang biasa ( awam )yang tidak bermoral ( yang jelek kesilaannya )
14. Binatang/hewan
Dengan berdana kepada binatang / hewan, seseorang dapat mengharapkan pahala sebanyak 100 kali.
Dengan berdana kepada orang awam yang jelek kesusilaanya,…..Pahalanya sebanyak 1000 kali.
Dengan berdana kepada awam yang mempunyai kesilaan, pahalanya sebnyak 100,000 kali
Dengan berdana kepada orang non buddhis yang telah melenyapkan nafsunya, pahalanya sebanyak 10,000,000 kali.
Dengan berdana kepada mereka yang berpraktek utuk meraih kesotapannaan…….Pahala yang tak terhitung ,tak terhingga.
Apalagi jika dana tersebut dipersembahkan kepada mereka yang tingkatannya lebih luhur, pahalanya tidak terbayangkan lagi.
Dari orang yang menerima dana, maka tempat yang merupakan lapangan jasa yang tiada taranya dialam semesta ini adalah Sangha. Buddha Gotama selanjutnya menjelaskan bahwa ada 7 macam sangha yang bisa kita berikan dana
persembahan ( Sangha dana ) yaitu :
1. Sangha Bhikkhu dan sangha Bhikkhuni saat Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai pimpinan sangha
2. Sangha Bhikkhu dan sangha Bhikkhuni sesudah Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai pimpinan sangha
3. Sangha Bhikkhu saja
4. Sangha Bhikkhuni saja
5. Sangha yang terdiri dari para bhikkhu dan bhikkuni dalam jumlah terbatas sejumlah bhikkhu dan bhikkhuni dari Sangha.
6. Sangha yang terdiri dari para bhikkhu dalam jumlah terbatas ( Beberapa bhikkhu yang disediakan oleh sangha )
7. Sangha yang terdiri dari para bhikkuni dalam jumlah terbatas ( Beberapa bhikkhuni yang disediakan oleh Sangha )
Demikian uraian yang terdapat di dalam Dakkhina Vibhanga Sutta. Pada masa mendatang, hanya akan ada Bhikkhu “Gotrabhu dengan jubah tersampirkan di leher yang jelek kesilaannya dan menganut ajaran salah. Beliau tidak menyatakan bahwa Patipuggala dana ( yang tetuju pada pribadi) mempunyai pahala yang lebih besar daripada dana yang ditujukan kepada Sangha. Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa dalan keadaan bagaimanapun, pahala Sangha dana jauh melampaui Patipuggala dana.
Jadi Sangha merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya, hal ini juga disebutkan di dalam Sanghanussati ( Perenungan terhadap Sangha ) yang berbunyi sebaga berikut : “ Anuttaram Punnakkhetam Lokassa “ yang berarti Sangha adalah Lapangan untuk menanam jasa yang tiada tara baiknya di alam semesta ini.
Sangha merupakan ladang untuk berdana yang paling baik sebab yang lain yaitu karena dana yang kita berikan kepada sangha akan disalurkan kembali oleh para bhikkhu sangha untuk kepentingan agama dan umat , misalnya untuk melengkapi sarana dalam mengajarkan dhamma; yang bisa berguna untuk menunjang pelestarian buddha dhamma. Pokoknya semuanya merupakan suatu penyaluran dana atau pemanfaatan dana yang tepat.
Selain Sangha yang merupakan lapangan untuk menanam jasa, maka seperti yang tadi telah diuraikan di dalam Dakkhina Vibhanga Sutta, kita dapat pula memberikan dana kepada obyek-obyek lainnya yang memang patut atau pantas
menerima dana, misalnya yaitu :
1. Dana yang diberikan kepada orang yang melaksanakan sila, seperti misalnya para bhikkhu sekarang ini; bahkan ini termasuk berdana kepada Sangha.
2. Dana yang diberikan kepada Orang Tua ( Ayah dan Ibu )
3. Dana yang diberikan kepada orang yang belum berpenghasilan, misalnya mereka yang belum mempunyai pekerjaan lalu kita sokong untuk sementara waktu.
4. Dana yang diberikan kepada mereka yang memang sedang membutuhkan bantuan, misalnya kepada orang yang sedang terkena musibah, dsbnya
V. Cara-cara Berdana
a) Umum
Dalam kita berdana hendaknya selalu diingat faktor-faktor ini agar kita memperoleh buah karma yang terbaik mutunya. Bukankah berdana sama sama dengan menanam pohon yang secara tepat kita harus juga memilih lahan,bibit dan waktu
penanaman serta pemeliharaannya. Kalau kita asal tanam maka mungkin akan menghasilkan buah yang kecil-kecil dan kurang baik mutunya, apalagi bila pemeliharaannya juga tidak secara baik. Tetapi perlu sekali dimergerti bahwa
hal ini bukanlah berati bahwa dalam melakukan tindakan berdana ini kita semata-mata hanya mengharapkan adanya hasil yang besar; bukan itu maksudnya. Jadi dalam hal ini kita hanya berusaha untuk melakukan cara-cara berdana yang
paling baik. Nah,faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tanaman dana kita ini adalah antara lain sebagai berikut:
¨ Apa yang kita danakan hendaknya hasil yang kita peroleh dengan cara yang sesuai dengan dhamma.
¨ Dana diberikan kepada orang yang layak menerima.
¨ Sebelum diserahkan,dana telah dipersiapkan dan direncanakan dengan pikiran yang baik.
¨ Pada waktu diserahkan disertai dengan pikiran ikhlas, rela dan penuh kebahagiaan serta tanpa ikatan.
¨ Sesudah diserahkan lalu pada hari-hari selanjutnya pikiran-pikiran baik tersebut tetap dipelihara dengan cara :
a. Merenungkan bahwa dengan berbuat bajik ini semoga sanak keluarga yang telah tiada juga ikut bergembira dan dapat pula menikmatinya.
b. Tidak lagi menganggap bahwa barang tersebut masih milik kita dan merelakan dengan tulus si penerima untuk menggunakannya. Hindarkanlah diri kita dari sikap egois yang selalu menganggap barang itu adalah pemberian kita. Ini
merupakan jalan untuk mempraktekkan ajaran anatta, praktek pasrah dan tidak terikat.
c. Tidak meremehkan kepada siapapun dengan membanggakan apa yang telah kita perbuat. Orang lain boleh membanggakan kebajikan kita,namun hendaknya dijaga batin atau pikiran kita dari kekotoran batin tersebut.
d. Tidak memberikan syarat-syarat yang mengikat yang dibebankan pada penerima dana sehingga Ia tidak bebas memanfaatkannya. Ini terjadi karena ketidak ikhlasan kita kepada orang yang menerima dana.
b) Sappurisa dana 8
Tentang cara-cara berdana yang baik, menurut agama Buddha dapat diterangkan di dalam Sappurisa Dana 8 yang artinya 8 macam cara berdana dari orang yang baik.
1) Sucim Deti
Artinya berdana barang yang bersih (halal),yang benar-banar merupakan hasil jerih payah kita sendiri. Jadi barang yang kita danakan bukan hasil curian atau hasil perbuatan yang tidak baik.
2) Panitam Deti
Artinya berdana barang yang baik, hendaknya kalau kita berdana maka dana itu paling tidak masih dapat bermanfaat bagi yang menerima. Kita jangan berdana barang yang sudah sama sekali rusak dan tidak dapat dipakai lagi.
3) Kalena Deti
Berdana barang yang tepat pada kondisinya, misalnya kalau kita melihat suatu daerah yang kekurangan bahan-bahan pelajaran, maka kita jangan berdana makanan kepada daerah itu,tetapi kita hendaknya berdana buku-buku pelajaran.
4) Kappiyam Deti
Berdana barang yang layak, misalnya kalau kita berdana kepada bhikkhu sangha, hendaknya kita berdana barang yang layak untuk digunakan oleh bhikkhu tersebut. Jangan Kita berdana barang yang tidak pantas digunakan oleh bhikkhu misalnya berdana sandal yang berlapis emas. Hal ini tidak perlu dan tidak pantas karena seorang bhikkhu sudah hidup meninggalkan keduniawian.
5) Vicceya Deti
Yaitu berdana barang yang bijaksana, artinya kita melihat siapa yang kita berikan dana, apakah itu berguna bagi dia atau malahan bisa membuat dia malas. Kita dapat berdana kepada yang memang benar membutuhkan seperti korban bencana alam dll, tetapi hendaknya kita berpikir dulu apabila akan berdana kepada seorang pengemis yang sehat badannya.
6) Abhinham Deti
Yaitu berdana barang secara tetap, misalnya menjadi penyokong vihara,rumah yatim piatu,dll. Memang kita bisa berdana adalah suatu kondisi yang bagus, tetapi lebih bagus lagi kita dapat berdana secara tepat.
7) Dadam Cittam Pasa Deti
Berdana barang dengan oikiran yang tenang. Bila kita berdana sebaiknya dengan pikiran yang baik dan tidak mengharapkan pamrih yang dapat menimbulkan kegelisahan,apalagi yang kita harapkan dengan dana kita itu tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
8) Datva Attamano Hoti
Setelah berdana batin merasa tenang. Hal ini dapat terjadi bila kita berdana tanpa pamrih dan melihat orang yang menerima dana itu berbahagia sehinnga kita ikut berbahagia.
c) Berdana Kepada orang yang telah meninggal ( Dalam hal ini ditekankan kepada orang tua , tetapi bisa juga kepada sanak keluarga kita yang lain ).
Semua orang yang normal pasti mencintai orang tuanya, karena orang tua merupakan maha dermawan bagi anak-anaknya. Sejak mengandung, ibu telah memberikan perawatan kepada anaknya yang masih dalam kandungan; dan setelah kita lahir ibu akan memberikan air susu untuk kehidapan anaknya. Ibu dan ayah memang pantas mendapat penghormatan dari anak-anaknya karena beliau bersama-sama telah menjaga,merawat,dan memberikan pendidikan agar anak-anaknya nanti menjadi orang yang baik dan berguna. Pada akhirnya kedua orang tua kita akan menjadi tua dan lemah,dan suatu kewajiban yang mulia bagi seorang anak untuk merawat dengan penuh kasih sayang. Setelah mereka meninggal, seorang anak berkewajiban untuk selalu mengingat jasa beliau dengan cara diantaranya mengadakan upacara keagamaan yang benar,bukan hanya upacara tradisi yang mewah tetapi tidak bermanfaat.
Salah satu cara yang bijaksana ialah bila seorang anak dapat mempraktekkan dhamma dengan berbuat kebajikan,misalnya berdana kepada vihara,mencetak buku-buku dhamma, mendirikan bangunan untuk kepentingan masyarakat ( Sekolahan,runah sakit ) dan kebajikan tersebut dilakukan atas nama almahum. Dengan cara ini tentu bermanfaat baik bagi dirinya,masyarakat dan juga bagi almahum.
Bila orang tua yang telah meninggal dunia itu bertumimbal lahir di alam yang menyedihkan,maka semua kebajikan yang kita lakukan atas nama almahum tadi akan menimbulkan getaran oikiran yang baik bagi almahum. Hal inilah yang disebut
“Pattanumodanamaya” yaitu berbuat kebajikan dengan cara merasa gembira melihat kebajikan orang lain. Pattanomodanamaya merupakan salah satu dari dasa Punna Kiriyavatthu ( sepuluh jalan untuk berbuat kebaikan). Dengan demikian almahum dapat menambah kamma baik dari perbuatan berdana tadi.
d) Kathina dana
Kathina adalah nama bulan yang digunakan oleh umat Buddha untuk berdana kepada anggota sangha ( walaupun setiap hari kita juga boleh berdana kepada sangha ). Dana itu berupa barang-barang keperluan pokok para bhikkhu seperti
makanan ,jubah,tempat tinggal dan obat-obatan.
VI. Pahala berdana
Banyak orang yang salah mengerti bahwa pahala dana baru bisa diperoleh apabila pelakunya telah meninggal dunia. Pahala dana sering dibatasi pada kehidupan bahagia di alam surga. Sesungguhnya,pahala berdana tidak hanya
n\mengacu padakehidupan mendatang saja, tetapi juga mencakuyp kehidupan sekarang ini juga.
1) Dalam Kehidupan Sekarang
Ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil kalu kita banyak berdana dalam krhidupan kita sekarang ini. Walaupun buah kamma baik kita dalam berdana tersebut belum masak dalam kehidupan kita yang sekarang ini, tetapi tetap ada
manfaat yang dapat kita petik yaitu :
Ø Dengan berdana berati kita telah melaksanakan suatu cara untuk mengurangi sifat lobha yang ada dalam diri kita.
Ø Dengan berdana berati kita berlatih melepaskan sesuatu milik kita dengan wajar sehingga jika pada suatu saat kita harus terpaksa melepaskan suatu milik kita yang sangat kita cintai,maka kita ati melepaskannya dengan wajar.
Ø Dengan berdana berarti kita melatih diri agar kita tidak terlalu melekat pada sesuatu.
Ø Dengan berdana maka kita akan disenangi dan mempunyai banyak teman yang kelak dapat menolong di saat kita sedang susah.
Di dalam Siha Sutta, Pancakanipata,sang Buddha juga membabarkan beberapa pahala dana yang dapat diperoleh pada kehidupan sekarang ini juga,yaitu ; menjadi kecintaan orang banyak; dijadikan sahabat oleh orang yang bijak;
kemahyuran nya tersebar luas; tidak merasa canggung memasuki kalangan apapun,bangsawan,brahmana,hartawan,dan pertapa.
2) Dalam Kehidupan yang akan datang
Jika dalam kehidupan yang sekarang kita banyak berdana,maka kita nanti terlahirkan lagi di alam yang menyenangkan,kita akan memperoleh :
Ø Dilahirkan sebagai anak dari keluarga yang kaya raya ( ditekankan bila terlahir sebagai manusia).
Ø Sesudah kita berdana,khususnya kepada bhikkhu Sangha, kita akan mandapat berkah atas perbuatan baik kita seperti yang disebutkan di dalam Anumodana gatha, di mana dana akan memberikan manfaat yaitu “Ayu Vanno Sukham
Balam” yang artinya mendapat berkah usia panjang, wajah tampan ,cantik,bahagia dan kuat. Semoga dana yang kita berikan memberikan berkah.
- Ayuvadhako - Usia Bertambah
- Dhanavaddhako - Kekayaan bertambah
- Sirivaddhako - Kemakmuran bertambah
- Yasavaddhako - Kemashuran bertambah
- Balavaddhako - Kekuatan bertambah
- Vannavaddhako -Kecantikan/ketampanan bertambah
- Hotu Sabbada - Semoga selalu demikian ( Selalu bertambah )
3). Pahala Yang Setimpal
Dalam Manapadayi Sutta,sang Buddha bersabda : mereka yang berdana
· Sesuatu yang disenangi,niscaya akan memperoleh sesuatu yang disenangi
· Sesuatu yang terunggul,niscaya akan memperoleh sesuatu yang terunggul
· Sesuatu yang terbaik,niscaya akanmemperoleh sesuatu yang terbaik
· Sesuatu yang mulia, niscaya akan memperoleh sesuatu yang mulia.
Berdasarkan Sutta tersebut,dapatlah dinyatakan bahwa dana senantiasa memberikan pahala yang setimpal kepada pelakunya. Karena itu ,seseorang yang berdana tidak semestinya mengharapkan hasil/pahala melebihi apa yang diberikan.
Dalam hal berdana, tidak dikenal adanya “ Kiat ekonomi” yaitu hanya dengan modal sedikit,mengharapkan keuntungan yang sebesar mungkin. Perlu dipahami bahwa kata setimpal disini mengandung makna yang mendalam.ini bukan berarti bahwa orang yang berdana sesendok nas akan memperoleh sesendok nasi yang sama. Nilai suatu dana bersifat relatif, tergantung pada kemauan pemberi. Bagi orang-orang yang sering kelaparan, misalnya, sesendok nasi mempunyai nilai yang lebih besar daripada setumpuk makanan mewah bagi orang-orang kaya. Kebajikannya dalam berdana ini mungkin saja dapat membawanya pada kelahiran kembali di alam surga yang menyenangkan. Jadi, nilai suatu dana tidak dapat dilihat dan diukur hanya dari besarnya harga barang yang dipersembahkan.
Banyak faktor lain yang menentukannya, misalnya : pengertian benar, keyakinan yang mantap, kehendak yang tulus, perasaan ikhlas, dsb.nya.
VII. Tantangan Dalam Berdana
1) Nilai Kedermawanan
Merupakan kecenderungan umat manusia untuk menilai sesuatu dari apa yang tertampak di luar saja. Ini termasuk dalam hal menilai kedermawanan seseorang.
Kalau ada hartawan yang mendanakan uangnya sejumlah milyaran untuk pembangunan vihara, misalnya, ini merupakan suatu kejuatan. Mereka beramai-ramai mengagumi kedermawanan hartawan tersebut. Yayasan,lembaga atau organisasi
yang ikut mendapat bagian tidak segan-segan untuk segera mengarugerahinya dengan gelar atau perbagai macam tanda prestige. Sebailiknya dana uang seratus ribu rupiah dari orang-orang yang makan gaji bulan sekitar dua ratus ribu
rupiah,tidak begitu dihargai. Orang-orang kelas bawah ini dalam mimpi sekalipun, sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memperoleh gelar kedermawanan semacam itu. Benarkah bahwa kedermawanan seseorang dapat dinilai
hanya dari besarnya jumlah dana yang pernah disumbangkan.
Sesungguhnya tidak. Bagi seorang hartawan yang mempunyai asset kekayaan sebesar ribuan milyar, uang sepuluh atau dua puluh milyar tidaklah begitu ada artinya. Hanya dibutuhkan pengorbanan dan penglepasan yang tak terlalu berat
untuk mendanakan uang ‘sedikit’ itu. Lagipula, seandainya ia tidak beruntung menjadi orang kaya, belum pasti mempunyai keyakinan untuk melepaskan uang sejumlah seratus ribu – yang merupakan setengah dari gaji bulanannya, misalnya.
Padahal, pengorbanan sebesar itu sering dilakukan oleh orang lain. Lalu, siapakah yang sesungguhnya lebih patut disebut dermawan : hartawan yang berdana sepuluh milyar ataukan orang miskin yang justru dianugerahi gelar kedermawanan ?
Tentu saja tidak. Inilah salah satu bentuk ketidakadilan yang justru diabsahkan oleh lembaga-lembaga didalam masyarakat. Penilaian yang berat sebelah semacam ini perlu segera dirombak. kEdermawanan seseorang seharusnya dinilai dari seberapa besar keyakinannya dalam berkorban dan melepaskan harta miliknya, bukan dari besarnya jumlah uang yang disumbangkan saja. Agama tidak selayaknya menciptakan diskriminasi kekayaan diantara para penganutnya.
Setiap orang hendaknya diperlakukan adil dan merata, tanpa membeda-bedakannya berdasarkan kekayaan, harta benda dan sejenisnya. Sudah terlalu banyak bidang kehidupan yang dikuasai oleh orang-orang berduit tebal saja. Karena itu, tidaklah begitu perlu membuka peluang lagi bagi mereka untuk memonopoli gelar kedermawanan. Untuk hal-hal yang bersifat keagamaan, sudah tiba waktunya bagi orang-orang miskin (tunaharta) untuk diberi
kesempatan yang sama, adil.
2) Alasan-alasan orang mau melaksanakan dana
alasan berdana disini bersifat umum, maksudnya berlaku tidak hanya pada umat Buddhis saja, tetapi juga kepada umat-umat beragama yang lain. Secara garis besar alasan seseorang mau berdana dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Alasan karena adanya pengaruh dari luar
Dalam hal ini seseorang mau berdana karena dipengaruhi oleh pihak lain atau lingkungan sekitarnya, misalnya :
a. Karena tertarik melihat orang lain berdana, lalu ia ikut berdana
b. Karena malu jika orang lain berdana, tetapi dia kok tidak berdana
c. Karena orang yang akan menerima dananya itu adalah orang yang ia senangi
d. Karena orang yang meminta dana adalah orang yang ia hormati dan ia segani.
Contoh, seorang murid memberikan dana di suatu vihara karena yang menganjurkan dia berdana adalah guru agamanya.
e. Karena kewajiban yang telah ditentukan. Contoh umat Islam yang berzakat menjelah Hari Raya Idul Fitri
f. Karena ingin memamerkan kekayaan dan kedermawanannya dilingkungannya.
Contoh, orang kaya yang berdana agar dianggap sebagai orang kaya yang dermawan oleh masyarakat lingkunganna yang hidupnya masih sangat sederhana.
B. Alasan yang bersifat ‘kejiwaan’
Dalam hal ini, seseorang mau berdana karena memang keinginan serta kehendaknya sendiri, tanpa adanya pengaruh dari luar, misalnya :
a. Karena ia merasa iba melihat penderitaan (makhluk) lain
b. Karena memang ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain yang masih menderita
c. Karena ingin berbuat kebajikan terhadap sesama manusia atau kepada makhluk lain dengan tanpa pamrih
d. Karena ingin mempraktekkan Dhamma Sang Buddha khususnya ajaran mengenai dana dan tidak melekat
e. Karena menanamkan benih kamma yang baik supaya mempunyai buah yang baik pula
Diantara kedua alasan tersebut, tentunya lasan kedualah yang menjadi alasan yang lebih baik dan lebih tepat dalam berdana. Hal ini karena nilai suatu dana tidak ditinjau hanya dari besar dan kecilnya suatu dana, tetapi juga ditinjau
dari ketulusan orang yang berdana
3) Alasan orang tidak mau berdana
Alasan ini juga bersifat umum, dan secara garis besarnya juga dibagi menjadi
dua bagian yaitu :
A. Alasan materi
Alasan inilah yang paling sering dijadikan alasan oleh orang yang tidak mau berdana. Artinya dia tidak mau berdanan karena dia merasa hidupnya sendiri masih kekurangan.
B. Alasan non materi
Dalam hal ini seseorang tidak berdana bukan karena dia tidak mampu atau kekurangan, tetapi dia tidak berdana karena alasan-alasan lain yang tidak bersifat kebendaan, misalnya :
a. Karena hatinya sedang susah
b. Karena kikir dan serakah. Contoh, orang kaya yang tidak mau berdana karena takut hartanya menjadi berkurang, dia terlalu sayang dan melekat terhadap hartanya tersebut.
c. Karena orang yang akan menerima dananya adalah orang yang dia benci.
Contoh, A tidak mau berdana ke suatu vihara karena ia benci kepada salah seorang pemimpinnya yang dulu pernah menyakiti hatinya.
d. Karena ia berpendapat bahwa berdana itu tidak ada manfaatnya.
Dari kedua alasan itu, tentu saja alasan yang pertama masih bisa kita anggap lebih umum walaupun sebenarnya materi tidak menghalangi seseorang yang ingin berdana karena berdana dapat dilakukan tidak hanya dalam bentuk barang saja.
4) Masalah tujuan orang berdana
setelah kita mengetahui beberapa alasan orang mau berdana, tentu kta dapat menyimpulkan bahwa setiap orang yang berdana pasti mempunya tujuan terhadap dananya itu. Tujuan berdana yang baik tentu saja bukanlah yang merupakan pamrih, melainkan dapat dijadikan sebagai motivasi atau pendorong seseorang dalam berbuat kebajian malalui berdana. Tentu saja tidak dapat kita pungkiri bahwa ada beberapa orang tertentu yang berdana dengan tujuan yang kuarng etis, dan tujuan itu bersifat pamrih terhadap dana yang telah diberikannya itu. Nah, berdasarkan hal ini, maka tujuan berdana dapat dilihat sbb :
A. Tujuan yang bersifat mendorong
a. Agar simenerima dana dapat berbahagia
b. Agar bila buah kammanya masak, maka buah kamma yang baiklah yang ia terima nanti
c. Agar keluarganya yang telah meninggal turut mendapat kebahagiaan karena dana yang dilakukannya tiu.
d. Agar dalam kehidupan sekarang ia dapat mengurang sifat serakah (lobha) yang ada dalam dirinya.
B. Tujuan yang bersifat pamrih
a. Agar ia menjadi orang yang terkenal dermawan
b. Agar orang lain menjadi hormat padanya
c. Agar ia mendapatkan sesuatu dari orang yang telah ia bantu
d. Agar martabat dan harga dirinys menjadi naik dan lebih baik lagi
e. Agar dengan demikian banyak orang yang mau menjadi pengikutnya.
VIII. Kesimpulan
Dari seluruh pokok bahsan pada pelajaran berdana ini, ada beberapa kesimpulan atau hal-hal penting yang dapat kita ambil. Hal-hal penting itu adalah sbb :
1. Berdana artinya memberi dengan ikhlas, baik yang berupa harta benda, tenaga, maupun jiwa raga demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan semua makhluk
2. Terdapat bermacam-macam dana, yang pembagiannya ditentukan berdasarkan bentuknya, pengorbannannya, dan lain sebagainya
3. Dalam berdana ada hal-hal tertentu yang harus kita perhatikan mulai dari jenis barang yang dapat didanakan, orang yang berhak menerima dana, sampai pada keadaan batin ketikan akan berdana, pada saat berdana, dan setelah berdana.
4. Diantara sekian banyak jenis dana, Dhammadana adalah dana yang paling bernilai
5. Adapun Sangha adalah tempat berdana yang paling baik
6. Nilai suatu dana, tidak ditentukan hanya oleh besar atau kecilnya dana itu, tetapi juga ditentukan oleh ketulusan hatiorang yang berdana, dsb
7. Siapapun orangnya, sekalipun ia miskin, tetapi tetap bisa berdana, sebab bentuk dana itu tidak terbatas.
Itulah beberapa hal penting yang dapat disimpulkan dari keseluruhan isi pelajaran berdana ini.
IX. Saran-saran
Melalui pelajaran berdana ini, dapat diberikan beberapa saran tentang berdana, demi kepentingan kita semua, khususnya yang kita berlaku sebagai umat Buddha.
Adapun saran-saran itu adalah sebagai berikut :
1. Pada saat sekarang ini masih banyak umat Buddha yang belum mengerti tentang ajaran agamanya. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kita semua yang sudah mengeri untuk menolong mereka melalui Dhammadana
2. Sebaiknya kalau kita hendak berdana, kita perhatikan dulu beberapa hal yang akan menunjang dana kita itu, sehingga menjadi dana yang benar-benar bernilai dan menimbulkan buah kamma yang baik; tetapi hal ini jangan disalahartikan untuk semata-mata mencari pahala yang besar.
3. Janganlah kita terpaku pada dana yang berbentuk materi saja, tetapi berdanalah dengan dana yang berupa bentuk yang lain, misalnya memberikan suatu ajaran dan bisa memaafkan, juga seandainya bersedia tentu akan lebih mulia lagi
kalau kita mau menjadi seseorang donor mata atau bagian dari tubuh kita yang lain
4. Sebaiknya kita berdana sesuai dengan kemampuan yang kita miliki dan berdanalah dengan bijaksana.
Akhirnya harapan kita semua yaitu semoga saran-saran tersebut dapat dihayati kita semua sehingga dapat lebih meningkatkan keinginan kita untuk berdana dan akhirnya dapat berguna untuk kesejahteraan semua makhluk.
Buku Acuan :
1. Dhammasakaccha, disusun oleh Pandit J. Kaharudin
2. Vijja Dhamma, disusun oleh Abhayahema K.
3. Buddha Cakkhu No. 04 / VIII / 1987, Dhammaduta dan Dana Punna, oleh Herman S.E.
4. Bunga Rampai Dhammadesana, disusun oleh Bhikkhu Subalaratano
5. Paritta Suci, Penerbit Yayayasan Dhammadipa Arama
6. Lembaran Nirlaka, Lembaga Pelestari Dhamma, disusun oleh Jan Sajivaputta
(by. Dhamma Study Group Bogor)
I. Pendahuluan
Hampir semua orang tentu mengerti bila kita mengatakan istilah berdana Yang artinya secara umum yaitu memberikan sesuatu untuk membantu orang lain yang memerlukan. Tetapi apakah makna berdana hanya demikian saja ? Apakah tidak
ada lagi makna nya yang lain ? Nah, untuk mengetahui lebih jelasnya tentang berdana ini ,dan juga tentang adanya pandangan salah mengenai “ Berdana“ yang ditinjau dari pandangan agama Buddha.
Kamma, menurut agama Buddha artinya perbuatan. Setiap orang pasti melakukan suatu perbuatan ( kamma ) dan perbuatan yang dilakukan tentu mempunyai motif-motif tertentu,dimana motif itu sendiri juga sudah merupakan suatu
perbuatan. Menurut agama Buddha, motif ini dapat terbagi menjadi motif yang baik ( tiga akar perbuatan baik ) dan motif yang tidak baik ( tiga akar perbuatan Jahat ). Motif yang baik terdiri dari alobha ( tidak dengan keserakahan ),adosa
( tidak dengan kebencian ) dan Amoha ( tidak dengan kegelapan batin ); sedangkan motif yang tidak baik terdiri dari Lobha ( keserakahan ),dosa ( kebencian ) dan moha ( kegelapan batin ).
Setiap orang yang berbuat sesuatu pasti tidak terlepas dari motif-motif tersebut di atas. Tentu saja idealnya kita hendaknya selalu berbuat dengan motif yang baik, tetapi biasanya dalam setiap melakukan tindakan kita
cenderung untuk melakukannya dengan motif yang buruk, dengan tanpa kita sadari lagi karena hal itu sudah merupakan suatu kebiasaan yang biasa kita lakukan.
Dalam Agama Buddha diajarkan untuk mencapai kebahagiaan, hendaknya kita jangan berbuat jahat,tambahkanlah selalu kebaikan,dan sucikanlah batin atau pikiran.
Hal ini dimaksudkan supaya seseorang hendaknya selalu melatih berbuat dengan motif yang baik . Tetapi bagaimanakah cara melatih hal itu ? Perbuatan yang paling mudah untuk mengurangi tiga akar perbuatan jahat ini (khususnya Lobha) yaitu dengan cara berdana. Pengertian berdana yang diajarkan oleh Sang Buddha Gotama adalah merupakan cara untuk menunjang menyembuhkan penyakit batin manusia yang disebut Lobha. Dalam beberapa ajaran beliau,dana selalu diletakkan pada urutan pertama, misalnya dalam dasa Paramita ( Sepuluh Kebajikan ) dan di dalam Dasa Punna Kiriyavatthu ( Sepuluh Jalan Perbuatan Baik ).
Memang, Kenyataannya demikian berdana adalah suatu perbuatan yang paling mudah untuk kita laksanakan.Siapa saja dapat berdana, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa; mulai dari orang kaya sampai orang miskin sekalipun.
Mungkin kita bertanya mengapa orang miskin dapat pula berdana ? Ingat, Pengertian dana dalam agama Buddha bukan hanya berbentuk materi saja tetapi bisa pula berupa bantuan tenaga dan pemberian maaf.
Orang miskinlah yang justru dianjurkan untuk banyak berdana karena untuk mengimbangi kamma buruknya yang sekarang sedang berbuah, jadi kita salah bila mengatakan bahwa orang miskin tidak perlu berdana..Perlu kita ketahui bahwa nilai serta manfaat suatu dana tidak hanya ditentukan oleh besar kecilnya dana itu saja tetapi juga ditentukan oleh kesungguhan hati ( kehendak ) kita pada saat kan berdana ( Pubba Cetana ),sewaktu berdana ( Munca Cetana ) dan saat sesudah berdana ( Apara cetana ); serta factor-factor lainnya lagi. Jika ketiga tahapan tersebut misalnya kita lakukan dengan hati yang berbahagia maka akan semakin besar pulalah nilai dana tersebut; dan sebaliknya bila kita lakukan dengan penyesalan, maka nilai dari dana itupun akan berkurang..
Tetapi walaupun kita sudah tahu bahwa berdana itu adalah suatu kebajikan yang paling mudah untuk dilakukan, namun pada kenyataannya masi banyak orang khususnya umat Buddha yang tidak mau berdana. Jika mereka berdana, masih
banyak yang berdana karenanya adanya pamrih tertentu atau karena terpaksa. Mereka masih juga berpikir dan menganggap bahwa mereka sendiri masih kekurangan harta benda,sehingga kalau berdana maka hartanya menjadi berkurang. Padahal seharusnya kita menyadari bahwa selama ini kita msih hidup sebagai manusia, biasanya kita tidak akan pernah puas akan sesuatu ; sehinnga kita juga bisa menyadari bahwa dengan berdana tidak akan menyebabkan harta kita menjadi berkurang, bahkan sebaliknya, dengan berdana kita berarti telah menambah kamma baik kita yang kelak akan berbuah kebahagiaan pada diri kita.
II. Pengertian Berdana
Dalam Pandangan masyarakat umum, dana diartikan sebagai pemberian atau pertolongan dengan Memberikan materi ( bersifat kebendaan ) kepada orang lain yang memerlukan,sedangkan bantuan lainnya yang bukan berupa materi, belum dapat dikatakan sebagai dana,tetapi hanya dikatakan sebagai bantuan biasa saja. Dalam Agama Buddha, yang dimaksud dengan dana adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk menolong makhluk lain, artinya memberikan pertolongan
tanpa pamrih berupa materi,tenaga,maupun pemberian maaf dan rasa aman. Dana dalam agama Buddha tidak dipaksakan,hanya dianjurkan dan termasuk salah satu dari sepuluh perbuatan baik ( Dasa punna Kiriyavatthu ) yang dapat dilaksanakan oleh umat Buddha.
III. Bentuk-Bentuk Dana
Menurut bentuk yang didanakan,dana terbagi menjadi
3 bagian,yaitu :
1. Amisa Dana
Artinya berdana berupa benda ( barang) atau materi, contoh berdana uang,pakaian,makanan,obat-obatan,dll
2. Dhamma Dana
Artinya dana berupa dhamma atau ajaran (nasehat),contoh seorang bhikkhu mengajarkan tentang hokum kebenaran; seorang guru mendidik murid-muridnya; orang tua yang menasehati anaknya,dll.
3. Abhaya Dana
Artinya berdana dengan memaafkan,yaitu berupa ampunan ( pemberian maaf ) dan tidak membenci. Juga dalam hal ini termasuk memberikan rasa aman kepada makhluk lain dari mara bahaya. Contoh : memaafkan teman yang bersalah kepada kita;membebaskan makhluk lain yang sedang menderita, misalnya menolong anjing yang sedang kejepit kayu dll.
Jadi banyak cara yang dapat dilaksanakan untuk dapat mewujudkan dana, bias dengan amisa dana,dhamma dana,atau abhaya dana. Oleh sebab itu dana tidak harus berupa barang atau materi saja seperti yang dikatakan oleh pandangan masyarakat pada umumnya. Bahkan di dalam Dhammapada,Sang Buddha sendiri bersabda sebagai berikut : ”Sabba danam dhammadanam jinati ”yang artinya dana yang dilaksanakan melalui ajaran kebenaran akan melebihi dana yang
dilaksanakan dengan cara lainnya. Maka bila kita dapat melaksanakan dana dengan melakukan penyebaran kebenaran ( Dhamma ),kita akan memperoleh jasa yang paling mulia, tetapi memang tidak semua orang dapat mengajarkan dhamma dengan baik dan benar.
IV. Kualitas Dana
a. Menurut Tingkatan manfaatnya
Menurut tingkatan manfaatnya,maka suatu dana dapat kita bedakan menjadi empat
bagian,yaitu :
1.Pemberian yang besar dengan manfaat yang kecil ( sedikit ) Contohnya dalam hal ini yaitu orang-orang yang membunuh binatang untuk di korbankan kapada para dewa dengan disertai perayaan yang besar dan segala macam
upacara persembahyangan. Hal ini memerlukan biaya yang besar tetapi pahala atau kebaikan untuk mereka yang melaksanakan sangatlah sedikit.
2. Pemberian yang kecil dengan manfaat yang kecil.
Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang kaya tetapi Ia sangat kikir sehingga tidak mau berdana dengan banyak ( padahal dia mampu ) dan setulus hati.
3. Pemberian yang kecil dengan manfaat yang besar
Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang miskin yang memberikan dananya dengan jumlah yang sedikit ( karena batas kemampuannya memang hanya sampai di situ ) tetapi dia berdana dengan tulus hati dan tanpa pamrih.
4. Pemberian yang besar dengan manfaat yang juga besar
Contohnya yaitu seorang hartawan yang mendanakan sebagian hartanya guna kepentingan orang banyak, misalnya dengan mendirikan vihara,panti asuhan dsb-nya yang semuanya itu dilakukan dengan hati yang tulus dan pamrih.
b. Menurut kehendak ( Cetananya )
Berdasarkan kehendak ( cetananya) berarti bahwa ada niat yang baik dalam berdana tersebut. Dalam hal ini berdana bukan sekedar untuk formalitas,pamer kekayaan, mencari nama,promosi diri atau dagangan, menjilat, dsb. Kehendak baik di sini mencakup tiga masa,yaitu :
1.Sebelum berdana
Sebelum berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh ketulusan dan keriaan, dengan berpikir misalnya “Saya sedang menanam harta benda sebagai sebab kekayaan yang dapat di bawa serta “
2. Sewaktu berdana
Sewaktu berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keyakinan dengan berpikir misalnya “ Saya sedang membuat manfaat suatu harta yang tidak begitu bernilai”.
3. Setelah berdana
Setelah berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keiklasan dan kepuasan, dengan berpikir misalnya “Saya telah melakukan kebajikan yang dipujikan oleh para bijaksana.
C. Menurut Mutu Barang Yang Didanakan Berdasarkan mutu barang yang didanakan,maka suatu dana dapat dibedakan menjadi 3 bagian, sebagai berikut :
I. Berdana Barang yang buruk,yang diri sendiri sudah tidak mau memakainya lagi. Banyak barang buruk yang sudah kita tidak perlukan lagi misalnya baju yang sudah tidak kita pakai lagi;ini dapat kita berikan kepada orang lain yang
membutuhkannya. Tetapi dalam memberikan barang tersebut kita harus memiliki rasa sopan santun dan memiliki rasa perikemanusiaan. Artinya dalam memberikan barang tersebut kita harus dapat memperkirakan barang tersebut memang masih dapat digunakan ( masih layak ) oleh orang yang membutuhkan. Janganlah kita berdana barang yang sudah terlampau buruk, misalnya pakaian yang sudah compang camping sehingga sudah tidak layak dipakai lagi.
II. Berdana barang yang baik sebaik diri sendiri memakainya. Contohnya bila kita mempunyai buku lebih dari satu sedangkan teman kita tidak mempunyai, maka sebagai teman hendaknya memberikan salah satunya kepada teman tersebut.
Dengan demikian kita telah berbuat baik dan kita akan merasa senang bila teman kita senang menerima buku itu.
III. Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri.
Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri jarang dijumpai dalam kehidupan ini. Biasanya orang hanya mau berdana barang yang sudah buruk atau yang sama seperti yang dipakai dirinya sendiri; tetapi ada juga orang yang mau berdana barang yang lebih baik daripada yang dipakainya sendiri. Bila hal ini memang dilakukan dengan tulus,maka orang yang memiliki sikap demikian sangatlah terpuji. Ia dapat dikatakan memiliki jiwa sosial yang tinggi bila
misalnya Ia membangun sekolahan yang bagus dan baru kepada masyarakat yang membutuhkan, sedangkan rumahnya sendiri cukup sederhana.
d. Menurut motif tujuannya
Menurut motif tujuannya, maka suatu dana dapat terbagi sebagai berikut :
1. Hina Dana
Dana yang bersifat rendah, yaitu dengan mengharapkan kemasyuran,kekayaan dsb.
2. Majjhima Dana
Dana yang bersifat menengah misalnya dengan keinginan untuk dapat terlahirkan di alam surga.
3.Panita Dana
Dana yang bersifat luhur, dengan tujuan untuk meraih pembebasan sejati.
e. Menurut Kemurniaan dari Pemberi dan Penerima dana
Didalam Dakkhina vibhanga Sutta, Sang Buddha menyebutkan bahwa nilai suatu dana tergantung juga kepada kelakuan dari orang yang menerima dana maupun yang memberi dana.
1. Kemurniaan Pemberi bukan kemurniaan dari Penerima
Artinya yang memberi dana mempunyai kelakuan yang baik, bermoral sedangkan yang menerima tidak demikian.
2. Kemurnian Penerima bukan pemberi
Dalam hal ini Penerima dana adalah adal;ah orang yang bermoral sedangkan pemberinya tidak demikian.
3. Tidak Murni dari pemberi dan Penerima
Artinya baik pemberi dan penerimanya tidak bermoral.
4. Yang Murni dari Pemberi dan Penerima
Baik yang memberi dana dan yang menerimanya bermoral semuanya.
f. Menurut yang patut menerima dana
Dalam Agama Buddha, Dana patut diberikan kepada siap saja yang memerlukan, namun selain hal tersebut , dikenal pula tentang adanya lapangan yang subur untuk menanam jasa,artinya bila yang kita berikan dana adalah merupakan
lapangan yang subur untuk menanam jasa, maka dana tersebut dapat memberikan hasil yang besar bagi yang berdana.
Didalam Dakkhina Vibhanga Sutta, Majjhima Nikaya, dikisahkan bahwa Maha Pajapati Gotami berniat untuk mempersembahkan sepasang jubah baru yang dibuatnya sendiri kepada sang Buddha Gotama. Tetapi sang Buddha menganjurkan agar persembahan ini dialihkan kepada Sangha secara umum. Ananda Thera karena tidak tahu , berusaha membujuk agar mau menerimanya, dengan memperingatkan jasa Mahapajapati Gotami yang pernah menyusui serta merwat beliau semasa kecil.
Menanggapi hal ini, sang Buddha Gotama kemudian menjelaskan bahwa ada 14 macam persembahan yang ditujukan kepada Pribadi tertentu (Patipuggalika Dakkhina),yaitu :
1. Samma Sambuddha
2. Pacceka Buddha
3. Arahat ( Arahatta phala )
4. Mereka yang berpraktek untuk meraih kearahatan ( Arahatta Magga )
5. Anagami ( Anagami Phala )
6. Mereka yang berpraktek untuk meraih keanagamian ( Anagami Magga )
7. Sakadagami ( Sakadagami Phala )
8. Mereka yang berpraktek untuk meraih kesakadagamian ( Sakadagami Magga )
9. Sotapanna ( Sottapati Phala )
10. Mereka yang berpraktek untuk meraih kesotappanaan ( Sottapati Magga )
11. Orang Non Buddhis yang telah melenyapkan nafsunya ( Orang yg memiliki Jhana)
12. Orang biasa ( awam )yang bermoral ( yang mempunyai kesilaan )
13. Orang biasa ( awam )yang tidak bermoral ( yang jelek kesilaannya )
14. Binatang/hewan
Dengan berdana kepada binatang / hewan, seseorang dapat mengharapkan pahala sebanyak 100 kali.
Dengan berdana kepada orang awam yang jelek kesusilaanya,…..Pahalanya sebanyak 1000 kali.
Dengan berdana kepada awam yang mempunyai kesilaan, pahalanya sebnyak 100,000 kali
Dengan berdana kepada orang non buddhis yang telah melenyapkan nafsunya, pahalanya sebanyak 10,000,000 kali.
Dengan berdana kepada mereka yang berpraktek utuk meraih kesotapannaan…….Pahala yang tak terhitung ,tak terhingga.
Apalagi jika dana tersebut dipersembahkan kepada mereka yang tingkatannya lebih luhur, pahalanya tidak terbayangkan lagi.
Dari orang yang menerima dana, maka tempat yang merupakan lapangan jasa yang tiada taranya dialam semesta ini adalah Sangha. Buddha Gotama selanjutnya menjelaskan bahwa ada 7 macam sangha yang bisa kita berikan dana
persembahan ( Sangha dana ) yaitu :
1. Sangha Bhikkhu dan sangha Bhikkhuni saat Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai pimpinan sangha
2. Sangha Bhikkhu dan sangha Bhikkhuni sesudah Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai pimpinan sangha
3. Sangha Bhikkhu saja
4. Sangha Bhikkhuni saja
5. Sangha yang terdiri dari para bhikkhu dan bhikkuni dalam jumlah terbatas sejumlah bhikkhu dan bhikkhuni dari Sangha.
6. Sangha yang terdiri dari para bhikkhu dalam jumlah terbatas ( Beberapa bhikkhu yang disediakan oleh sangha )
7. Sangha yang terdiri dari para bhikkuni dalam jumlah terbatas ( Beberapa bhikkhuni yang disediakan oleh Sangha )
Demikian uraian yang terdapat di dalam Dakkhina Vibhanga Sutta. Pada masa mendatang, hanya akan ada Bhikkhu “Gotrabhu dengan jubah tersampirkan di leher yang jelek kesilaannya dan menganut ajaran salah. Beliau tidak menyatakan bahwa Patipuggala dana ( yang tetuju pada pribadi) mempunyai pahala yang lebih besar daripada dana yang ditujukan kepada Sangha. Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa dalan keadaan bagaimanapun, pahala Sangha dana jauh melampaui Patipuggala dana.
Jadi Sangha merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya, hal ini juga disebutkan di dalam Sanghanussati ( Perenungan terhadap Sangha ) yang berbunyi sebaga berikut : “ Anuttaram Punnakkhetam Lokassa “ yang berarti Sangha adalah Lapangan untuk menanam jasa yang tiada tara baiknya di alam semesta ini.
Sangha merupakan ladang untuk berdana yang paling baik sebab yang lain yaitu karena dana yang kita berikan kepada sangha akan disalurkan kembali oleh para bhikkhu sangha untuk kepentingan agama dan umat , misalnya untuk melengkapi sarana dalam mengajarkan dhamma; yang bisa berguna untuk menunjang pelestarian buddha dhamma. Pokoknya semuanya merupakan suatu penyaluran dana atau pemanfaatan dana yang tepat.
Selain Sangha yang merupakan lapangan untuk menanam jasa, maka seperti yang tadi telah diuraikan di dalam Dakkhina Vibhanga Sutta, kita dapat pula memberikan dana kepada obyek-obyek lainnya yang memang patut atau pantas
menerima dana, misalnya yaitu :
1. Dana yang diberikan kepada orang yang melaksanakan sila, seperti misalnya para bhikkhu sekarang ini; bahkan ini termasuk berdana kepada Sangha.
2. Dana yang diberikan kepada Orang Tua ( Ayah dan Ibu )
3. Dana yang diberikan kepada orang yang belum berpenghasilan, misalnya mereka yang belum mempunyai pekerjaan lalu kita sokong untuk sementara waktu.
4. Dana yang diberikan kepada mereka yang memang sedang membutuhkan bantuan, misalnya kepada orang yang sedang terkena musibah, dsbnya
V. Cara-cara Berdana
a) Umum
Dalam kita berdana hendaknya selalu diingat faktor-faktor ini agar kita memperoleh buah karma yang terbaik mutunya. Bukankah berdana sama sama dengan menanam pohon yang secara tepat kita harus juga memilih lahan,bibit dan waktu
penanaman serta pemeliharaannya. Kalau kita asal tanam maka mungkin akan menghasilkan buah yang kecil-kecil dan kurang baik mutunya, apalagi bila pemeliharaannya juga tidak secara baik. Tetapi perlu sekali dimergerti bahwa
hal ini bukanlah berati bahwa dalam melakukan tindakan berdana ini kita semata-mata hanya mengharapkan adanya hasil yang besar; bukan itu maksudnya. Jadi dalam hal ini kita hanya berusaha untuk melakukan cara-cara berdana yang
paling baik. Nah,faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tanaman dana kita ini adalah antara lain sebagai berikut:
¨ Apa yang kita danakan hendaknya hasil yang kita peroleh dengan cara yang sesuai dengan dhamma.
¨ Dana diberikan kepada orang yang layak menerima.
¨ Sebelum diserahkan,dana telah dipersiapkan dan direncanakan dengan pikiran yang baik.
¨ Pada waktu diserahkan disertai dengan pikiran ikhlas, rela dan penuh kebahagiaan serta tanpa ikatan.
¨ Sesudah diserahkan lalu pada hari-hari selanjutnya pikiran-pikiran baik tersebut tetap dipelihara dengan cara :
a. Merenungkan bahwa dengan berbuat bajik ini semoga sanak keluarga yang telah tiada juga ikut bergembira dan dapat pula menikmatinya.
b. Tidak lagi menganggap bahwa barang tersebut masih milik kita dan merelakan dengan tulus si penerima untuk menggunakannya. Hindarkanlah diri kita dari sikap egois yang selalu menganggap barang itu adalah pemberian kita. Ini
merupakan jalan untuk mempraktekkan ajaran anatta, praktek pasrah dan tidak terikat.
c. Tidak meremehkan kepada siapapun dengan membanggakan apa yang telah kita perbuat. Orang lain boleh membanggakan kebajikan kita,namun hendaknya dijaga batin atau pikiran kita dari kekotoran batin tersebut.
d. Tidak memberikan syarat-syarat yang mengikat yang dibebankan pada penerima dana sehingga Ia tidak bebas memanfaatkannya. Ini terjadi karena ketidak ikhlasan kita kepada orang yang menerima dana.
b) Sappurisa dana 8
Tentang cara-cara berdana yang baik, menurut agama Buddha dapat diterangkan di dalam Sappurisa Dana 8 yang artinya 8 macam cara berdana dari orang yang baik.
1) Sucim Deti
Artinya berdana barang yang bersih (halal),yang benar-banar merupakan hasil jerih payah kita sendiri. Jadi barang yang kita danakan bukan hasil curian atau hasil perbuatan yang tidak baik.
2) Panitam Deti
Artinya berdana barang yang baik, hendaknya kalau kita berdana maka dana itu paling tidak masih dapat bermanfaat bagi yang menerima. Kita jangan berdana barang yang sudah sama sekali rusak dan tidak dapat dipakai lagi.
3) Kalena Deti
Berdana barang yang tepat pada kondisinya, misalnya kalau kita melihat suatu daerah yang kekurangan bahan-bahan pelajaran, maka kita jangan berdana makanan kepada daerah itu,tetapi kita hendaknya berdana buku-buku pelajaran.
4) Kappiyam Deti
Berdana barang yang layak, misalnya kalau kita berdana kepada bhikkhu sangha, hendaknya kita berdana barang yang layak untuk digunakan oleh bhikkhu tersebut. Jangan Kita berdana barang yang tidak pantas digunakan oleh bhikkhu misalnya berdana sandal yang berlapis emas. Hal ini tidak perlu dan tidak pantas karena seorang bhikkhu sudah hidup meninggalkan keduniawian.
5) Vicceya Deti
Yaitu berdana barang yang bijaksana, artinya kita melihat siapa yang kita berikan dana, apakah itu berguna bagi dia atau malahan bisa membuat dia malas. Kita dapat berdana kepada yang memang benar membutuhkan seperti korban bencana alam dll, tetapi hendaknya kita berpikir dulu apabila akan berdana kepada seorang pengemis yang sehat badannya.
6) Abhinham Deti
Yaitu berdana barang secara tetap, misalnya menjadi penyokong vihara,rumah yatim piatu,dll. Memang kita bisa berdana adalah suatu kondisi yang bagus, tetapi lebih bagus lagi kita dapat berdana secara tepat.
7) Dadam Cittam Pasa Deti
Berdana barang dengan oikiran yang tenang. Bila kita berdana sebaiknya dengan pikiran yang baik dan tidak mengharapkan pamrih yang dapat menimbulkan kegelisahan,apalagi yang kita harapkan dengan dana kita itu tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
8) Datva Attamano Hoti
Setelah berdana batin merasa tenang. Hal ini dapat terjadi bila kita berdana tanpa pamrih dan melihat orang yang menerima dana itu berbahagia sehinnga kita ikut berbahagia.
c) Berdana Kepada orang yang telah meninggal ( Dalam hal ini ditekankan kepada orang tua , tetapi bisa juga kepada sanak keluarga kita yang lain ).
Semua orang yang normal pasti mencintai orang tuanya, karena orang tua merupakan maha dermawan bagi anak-anaknya. Sejak mengandung, ibu telah memberikan perawatan kepada anaknya yang masih dalam kandungan; dan setelah kita lahir ibu akan memberikan air susu untuk kehidapan anaknya. Ibu dan ayah memang pantas mendapat penghormatan dari anak-anaknya karena beliau bersama-sama telah menjaga,merawat,dan memberikan pendidikan agar anak-anaknya nanti menjadi orang yang baik dan berguna. Pada akhirnya kedua orang tua kita akan menjadi tua dan lemah,dan suatu kewajiban yang mulia bagi seorang anak untuk merawat dengan penuh kasih sayang. Setelah mereka meninggal, seorang anak berkewajiban untuk selalu mengingat jasa beliau dengan cara diantaranya mengadakan upacara keagamaan yang benar,bukan hanya upacara tradisi yang mewah tetapi tidak bermanfaat.
Salah satu cara yang bijaksana ialah bila seorang anak dapat mempraktekkan dhamma dengan berbuat kebajikan,misalnya berdana kepada vihara,mencetak buku-buku dhamma, mendirikan bangunan untuk kepentingan masyarakat ( Sekolahan,runah sakit ) dan kebajikan tersebut dilakukan atas nama almahum. Dengan cara ini tentu bermanfaat baik bagi dirinya,masyarakat dan juga bagi almahum.
Bila orang tua yang telah meninggal dunia itu bertumimbal lahir di alam yang menyedihkan,maka semua kebajikan yang kita lakukan atas nama almahum tadi akan menimbulkan getaran oikiran yang baik bagi almahum. Hal inilah yang disebut
“Pattanumodanamaya” yaitu berbuat kebajikan dengan cara merasa gembira melihat kebajikan orang lain. Pattanomodanamaya merupakan salah satu dari dasa Punna Kiriyavatthu ( sepuluh jalan untuk berbuat kebaikan). Dengan demikian almahum dapat menambah kamma baik dari perbuatan berdana tadi.
d) Kathina dana
Kathina adalah nama bulan yang digunakan oleh umat Buddha untuk berdana kepada anggota sangha ( walaupun setiap hari kita juga boleh berdana kepada sangha ). Dana itu berupa barang-barang keperluan pokok para bhikkhu seperti
makanan ,jubah,tempat tinggal dan obat-obatan.
VI. Pahala berdana
Banyak orang yang salah mengerti bahwa pahala dana baru bisa diperoleh apabila pelakunya telah meninggal dunia. Pahala dana sering dibatasi pada kehidupan bahagia di alam surga. Sesungguhnya,pahala berdana tidak hanya
n\mengacu padakehidupan mendatang saja, tetapi juga mencakuyp kehidupan sekarang ini juga.
1) Dalam Kehidupan Sekarang
Ada beberapa manfaat yang dapat kita ambil kalu kita banyak berdana dalam krhidupan kita sekarang ini. Walaupun buah kamma baik kita dalam berdana tersebut belum masak dalam kehidupan kita yang sekarang ini, tetapi tetap ada
manfaat yang dapat kita petik yaitu :
Ø Dengan berdana berati kita telah melaksanakan suatu cara untuk mengurangi sifat lobha yang ada dalam diri kita.
Ø Dengan berdana berati kita berlatih melepaskan sesuatu milik kita dengan wajar sehingga jika pada suatu saat kita harus terpaksa melepaskan suatu milik kita yang sangat kita cintai,maka kita ati melepaskannya dengan wajar.
Ø Dengan berdana berarti kita melatih diri agar kita tidak terlalu melekat pada sesuatu.
Ø Dengan berdana maka kita akan disenangi dan mempunyai banyak teman yang kelak dapat menolong di saat kita sedang susah.
Di dalam Siha Sutta, Pancakanipata,sang Buddha juga membabarkan beberapa pahala dana yang dapat diperoleh pada kehidupan sekarang ini juga,yaitu ; menjadi kecintaan orang banyak; dijadikan sahabat oleh orang yang bijak;
kemahyuran nya tersebar luas; tidak merasa canggung memasuki kalangan apapun,bangsawan,brahmana,hartawan,dan pertapa.
2) Dalam Kehidupan yang akan datang
Jika dalam kehidupan yang sekarang kita banyak berdana,maka kita nanti terlahirkan lagi di alam yang menyenangkan,kita akan memperoleh :
Ø Dilahirkan sebagai anak dari keluarga yang kaya raya ( ditekankan bila terlahir sebagai manusia).
Ø Sesudah kita berdana,khususnya kepada bhikkhu Sangha, kita akan mandapat berkah atas perbuatan baik kita seperti yang disebutkan di dalam Anumodana gatha, di mana dana akan memberikan manfaat yaitu “Ayu Vanno Sukham
Balam” yang artinya mendapat berkah usia panjang, wajah tampan ,cantik,bahagia dan kuat. Semoga dana yang kita berikan memberikan berkah.
- Ayuvadhako - Usia Bertambah
- Dhanavaddhako - Kekayaan bertambah
- Sirivaddhako - Kemakmuran bertambah
- Yasavaddhako - Kemashuran bertambah
- Balavaddhako - Kekuatan bertambah
- Vannavaddhako -Kecantikan/ketampanan bertambah
- Hotu Sabbada - Semoga selalu demikian ( Selalu bertambah )
3). Pahala Yang Setimpal
Dalam Manapadayi Sutta,sang Buddha bersabda : mereka yang berdana
· Sesuatu yang disenangi,niscaya akan memperoleh sesuatu yang disenangi
· Sesuatu yang terunggul,niscaya akan memperoleh sesuatu yang terunggul
· Sesuatu yang terbaik,niscaya akanmemperoleh sesuatu yang terbaik
· Sesuatu yang mulia, niscaya akan memperoleh sesuatu yang mulia.
Berdasarkan Sutta tersebut,dapatlah dinyatakan bahwa dana senantiasa memberikan pahala yang setimpal kepada pelakunya. Karena itu ,seseorang yang berdana tidak semestinya mengharapkan hasil/pahala melebihi apa yang diberikan.
Dalam hal berdana, tidak dikenal adanya “ Kiat ekonomi” yaitu hanya dengan modal sedikit,mengharapkan keuntungan yang sebesar mungkin. Perlu dipahami bahwa kata setimpal disini mengandung makna yang mendalam.ini bukan berarti bahwa orang yang berdana sesendok nas akan memperoleh sesendok nasi yang sama. Nilai suatu dana bersifat relatif, tergantung pada kemauan pemberi. Bagi orang-orang yang sering kelaparan, misalnya, sesendok nasi mempunyai nilai yang lebih besar daripada setumpuk makanan mewah bagi orang-orang kaya. Kebajikannya dalam berdana ini mungkin saja dapat membawanya pada kelahiran kembali di alam surga yang menyenangkan. Jadi, nilai suatu dana tidak dapat dilihat dan diukur hanya dari besarnya harga barang yang dipersembahkan.
Banyak faktor lain yang menentukannya, misalnya : pengertian benar, keyakinan yang mantap, kehendak yang tulus, perasaan ikhlas, dsb.nya.
VII. Tantangan Dalam Berdana
1) Nilai Kedermawanan
Merupakan kecenderungan umat manusia untuk menilai sesuatu dari apa yang tertampak di luar saja. Ini termasuk dalam hal menilai kedermawanan seseorang.
Kalau ada hartawan yang mendanakan uangnya sejumlah milyaran untuk pembangunan vihara, misalnya, ini merupakan suatu kejuatan. Mereka beramai-ramai mengagumi kedermawanan hartawan tersebut. Yayasan,lembaga atau organisasi
yang ikut mendapat bagian tidak segan-segan untuk segera mengarugerahinya dengan gelar atau perbagai macam tanda prestige. Sebailiknya dana uang seratus ribu rupiah dari orang-orang yang makan gaji bulan sekitar dua ratus ribu
rupiah,tidak begitu dihargai. Orang-orang kelas bawah ini dalam mimpi sekalipun, sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memperoleh gelar kedermawanan semacam itu. Benarkah bahwa kedermawanan seseorang dapat dinilai
hanya dari besarnya jumlah dana yang pernah disumbangkan.
Sesungguhnya tidak. Bagi seorang hartawan yang mempunyai asset kekayaan sebesar ribuan milyar, uang sepuluh atau dua puluh milyar tidaklah begitu ada artinya. Hanya dibutuhkan pengorbanan dan penglepasan yang tak terlalu berat
untuk mendanakan uang ‘sedikit’ itu. Lagipula, seandainya ia tidak beruntung menjadi orang kaya, belum pasti mempunyai keyakinan untuk melepaskan uang sejumlah seratus ribu – yang merupakan setengah dari gaji bulanannya, misalnya.
Padahal, pengorbanan sebesar itu sering dilakukan oleh orang lain. Lalu, siapakah yang sesungguhnya lebih patut disebut dermawan : hartawan yang berdana sepuluh milyar ataukan orang miskin yang justru dianugerahi gelar kedermawanan ?
Tentu saja tidak. Inilah salah satu bentuk ketidakadilan yang justru diabsahkan oleh lembaga-lembaga didalam masyarakat. Penilaian yang berat sebelah semacam ini perlu segera dirombak. kEdermawanan seseorang seharusnya dinilai dari seberapa besar keyakinannya dalam berkorban dan melepaskan harta miliknya, bukan dari besarnya jumlah uang yang disumbangkan saja. Agama tidak selayaknya menciptakan diskriminasi kekayaan diantara para penganutnya.
Setiap orang hendaknya diperlakukan adil dan merata, tanpa membeda-bedakannya berdasarkan kekayaan, harta benda dan sejenisnya. Sudah terlalu banyak bidang kehidupan yang dikuasai oleh orang-orang berduit tebal saja. Karena itu, tidaklah begitu perlu membuka peluang lagi bagi mereka untuk memonopoli gelar kedermawanan. Untuk hal-hal yang bersifat keagamaan, sudah tiba waktunya bagi orang-orang miskin (tunaharta) untuk diberi
kesempatan yang sama, adil.
2) Alasan-alasan orang mau melaksanakan dana
alasan berdana disini bersifat umum, maksudnya berlaku tidak hanya pada umat Buddhis saja, tetapi juga kepada umat-umat beragama yang lain. Secara garis besar alasan seseorang mau berdana dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Alasan karena adanya pengaruh dari luar
Dalam hal ini seseorang mau berdana karena dipengaruhi oleh pihak lain atau lingkungan sekitarnya, misalnya :
a. Karena tertarik melihat orang lain berdana, lalu ia ikut berdana
b. Karena malu jika orang lain berdana, tetapi dia kok tidak berdana
c. Karena orang yang akan menerima dananya itu adalah orang yang ia senangi
d. Karena orang yang meminta dana adalah orang yang ia hormati dan ia segani.
Contoh, seorang murid memberikan dana di suatu vihara karena yang menganjurkan dia berdana adalah guru agamanya.
e. Karena kewajiban yang telah ditentukan. Contoh umat Islam yang berzakat menjelah Hari Raya Idul Fitri
f. Karena ingin memamerkan kekayaan dan kedermawanannya dilingkungannya.
Contoh, orang kaya yang berdana agar dianggap sebagai orang kaya yang dermawan oleh masyarakat lingkunganna yang hidupnya masih sangat sederhana.
B. Alasan yang bersifat ‘kejiwaan’
Dalam hal ini, seseorang mau berdana karena memang keinginan serta kehendaknya sendiri, tanpa adanya pengaruh dari luar, misalnya :
a. Karena ia merasa iba melihat penderitaan (makhluk) lain
b. Karena memang ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain yang masih menderita
c. Karena ingin berbuat kebajikan terhadap sesama manusia atau kepada makhluk lain dengan tanpa pamrih
d. Karena ingin mempraktekkan Dhamma Sang Buddha khususnya ajaran mengenai dana dan tidak melekat
e. Karena menanamkan benih kamma yang baik supaya mempunyai buah yang baik pula
Diantara kedua alasan tersebut, tentunya lasan kedualah yang menjadi alasan yang lebih baik dan lebih tepat dalam berdana. Hal ini karena nilai suatu dana tidak ditinjau hanya dari besar dan kecilnya suatu dana, tetapi juga ditinjau
dari ketulusan orang yang berdana
3) Alasan orang tidak mau berdana
Alasan ini juga bersifat umum, dan secara garis besarnya juga dibagi menjadi
dua bagian yaitu :
A. Alasan materi
Alasan inilah yang paling sering dijadikan alasan oleh orang yang tidak mau berdana. Artinya dia tidak mau berdanan karena dia merasa hidupnya sendiri masih kekurangan.
B. Alasan non materi
Dalam hal ini seseorang tidak berdana bukan karena dia tidak mampu atau kekurangan, tetapi dia tidak berdana karena alasan-alasan lain yang tidak bersifat kebendaan, misalnya :
a. Karena hatinya sedang susah
b. Karena kikir dan serakah. Contoh, orang kaya yang tidak mau berdana karena takut hartanya menjadi berkurang, dia terlalu sayang dan melekat terhadap hartanya tersebut.
c. Karena orang yang akan menerima dananya adalah orang yang dia benci.
Contoh, A tidak mau berdana ke suatu vihara karena ia benci kepada salah seorang pemimpinnya yang dulu pernah menyakiti hatinya.
d. Karena ia berpendapat bahwa berdana itu tidak ada manfaatnya.
Dari kedua alasan itu, tentu saja alasan yang pertama masih bisa kita anggap lebih umum walaupun sebenarnya materi tidak menghalangi seseorang yang ingin berdana karena berdana dapat dilakukan tidak hanya dalam bentuk barang saja.
4) Masalah tujuan orang berdana
setelah kita mengetahui beberapa alasan orang mau berdana, tentu kta dapat menyimpulkan bahwa setiap orang yang berdana pasti mempunya tujuan terhadap dananya itu. Tujuan berdana yang baik tentu saja bukanlah yang merupakan pamrih, melainkan dapat dijadikan sebagai motivasi atau pendorong seseorang dalam berbuat kebajian malalui berdana. Tentu saja tidak dapat kita pungkiri bahwa ada beberapa orang tertentu yang berdana dengan tujuan yang kuarng etis, dan tujuan itu bersifat pamrih terhadap dana yang telah diberikannya itu. Nah, berdasarkan hal ini, maka tujuan berdana dapat dilihat sbb :
A. Tujuan yang bersifat mendorong
a. Agar simenerima dana dapat berbahagia
b. Agar bila buah kammanya masak, maka buah kamma yang baiklah yang ia terima nanti
c. Agar keluarganya yang telah meninggal turut mendapat kebahagiaan karena dana yang dilakukannya tiu.
d. Agar dalam kehidupan sekarang ia dapat mengurang sifat serakah (lobha) yang ada dalam dirinya.
B. Tujuan yang bersifat pamrih
a. Agar ia menjadi orang yang terkenal dermawan
b. Agar orang lain menjadi hormat padanya
c. Agar ia mendapatkan sesuatu dari orang yang telah ia bantu
d. Agar martabat dan harga dirinys menjadi naik dan lebih baik lagi
e. Agar dengan demikian banyak orang yang mau menjadi pengikutnya.
VIII. Kesimpulan
Dari seluruh pokok bahsan pada pelajaran berdana ini, ada beberapa kesimpulan atau hal-hal penting yang dapat kita ambil. Hal-hal penting itu adalah sbb :
1. Berdana artinya memberi dengan ikhlas, baik yang berupa harta benda, tenaga, maupun jiwa raga demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan semua makhluk
2. Terdapat bermacam-macam dana, yang pembagiannya ditentukan berdasarkan bentuknya, pengorbannannya, dan lain sebagainya
3. Dalam berdana ada hal-hal tertentu yang harus kita perhatikan mulai dari jenis barang yang dapat didanakan, orang yang berhak menerima dana, sampai pada keadaan batin ketikan akan berdana, pada saat berdana, dan setelah berdana.
4. Diantara sekian banyak jenis dana, Dhammadana adalah dana yang paling bernilai
5. Adapun Sangha adalah tempat berdana yang paling baik
6. Nilai suatu dana, tidak ditentukan hanya oleh besar atau kecilnya dana itu, tetapi juga ditentukan oleh ketulusan hatiorang yang berdana, dsb
7. Siapapun orangnya, sekalipun ia miskin, tetapi tetap bisa berdana, sebab bentuk dana itu tidak terbatas.
Itulah beberapa hal penting yang dapat disimpulkan dari keseluruhan isi pelajaran berdana ini.
IX. Saran-saran
Melalui pelajaran berdana ini, dapat diberikan beberapa saran tentang berdana, demi kepentingan kita semua, khususnya yang kita berlaku sebagai umat Buddha.
Adapun saran-saran itu adalah sebagai berikut :
1. Pada saat sekarang ini masih banyak umat Buddha yang belum mengerti tentang ajaran agamanya. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kita semua yang sudah mengeri untuk menolong mereka melalui Dhammadana
2. Sebaiknya kalau kita hendak berdana, kita perhatikan dulu beberapa hal yang akan menunjang dana kita itu, sehingga menjadi dana yang benar-benar bernilai dan menimbulkan buah kamma yang baik; tetapi hal ini jangan disalahartikan untuk semata-mata mencari pahala yang besar.
3. Janganlah kita terpaku pada dana yang berbentuk materi saja, tetapi berdanalah dengan dana yang berupa bentuk yang lain, misalnya memberikan suatu ajaran dan bisa memaafkan, juga seandainya bersedia tentu akan lebih mulia lagi
kalau kita mau menjadi seseorang donor mata atau bagian dari tubuh kita yang lain
4. Sebaiknya kita berdana sesuai dengan kemampuan yang kita miliki dan berdanalah dengan bijaksana.
Akhirnya harapan kita semua yaitu semoga saran-saran tersebut dapat dihayati kita semua sehingga dapat lebih meningkatkan keinginan kita untuk berdana dan akhirnya dapat berguna untuk kesejahteraan semua makhluk.
Buku Acuan :
1. Dhammasakaccha, disusun oleh Pandit J. Kaharudin
2. Vijja Dhamma, disusun oleh Abhayahema K.
3. Buddha Cakkhu No. 04 / VIII / 1987, Dhammaduta dan Dana Punna, oleh Herman S.E.
4. Bunga Rampai Dhammadesana, disusun oleh Bhikkhu Subalaratano
5. Paritta Suci, Penerbit Yayayasan Dhammadipa Arama
6. Lembaran Nirlaka, Lembaga Pelestari Dhamma, disusun oleh Jan Sajivaputta
No comments:
Post a Comment